Breaking News

Minggu, 05 Maret 2017

Teori Teori Konseling

Teori Teori Konseling ,- Berbagai masalah yang dimiliki manusia khususnya secara psikis, memiliki berbagai penyelesaian yang berbeda-beda. Untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu adanya teknik tertentu yang diterapkan oleh konselor. Namun dari puluhan bahkan ratusan teknik yang ada akan sanga sulit untuk digunakan sekaligus, Maka sangat diperlukannya penentuan tekhnik yang akan dipakai. Tekhnik itu merupakan salah-satu cara konselor atau psikolog dalam melakukan proses pendekatan terhadap pihak klien berdasarkan sikap, masalah yang dihadapai dan berbagai hal lain yang ahrus diphami oleh konselor secara teori yang kemudian dipraktekan dilapangan. Berikut adalah beberapa teori Konseling yang dapat diterapkan :
      
      Teori Gestalt
Terapi Gestalt (Gestalt Therapy) dikembangkan oleh Frederick Perls. Teori gestalt adalah terapi eksistensial yang berlandaskan premis, bahwa individu harus menemukan caranya sendiri dalam hidup dan menerima tanggung jawab pribadi jika individu ingin mencapai kedewasaan. Teori ini disebut juga experiental, di mana konseli merasakan apa yang mereka rasakan, pikirkan dan lakukan pada saat konseli berinteraksi dengan orang lain. Dalam corak terapi ini konselor membantu klien untuk menghayati diri sendiri dalam situasi kehidupan yang sekarang dan menyadari halangan yang diciptakannya sendiri untuk merasakan serta meresapi makna dari konstelasi pengalaman hidup. Keempat konsep pokok dalam terapi ini ialah penghayatan diri sendiri dalam situasi hidup yang konkret (awareness) tanggung jawab perseorangan (pesonal responnsibility) keutuhan dan kebulatan kepribadian seseorang (unity of the person) dan penyadaran akan berbagai halangan yang menghambat penghayatan diri sendiri (blocked awarness). Klien harus mengusahakan keterpaduan dan integrasi dari berpikir , berperasaan dan berperilaku, yang mencakup semua pengalamannya yang nyata pada saat sekarang. Klien tidak boleh berbicara saja tentang kesulitan dan keukaran yang dihadapi, karena berbicara itu mudah menjadi suatu permainan memutarbalikkan kata-kata (word game) tanpa disertai peghayatan seluruh perasaannya sendiri dan tanpa menyadari tanggungjawabya sendiri.
Oleh karena itu, konselor mendesak klien untuk menggali macam-macam perasaan yang belum terungkapkan secara jujur dan terbuka , seperti jengkel, sakit hati, duka cita dan sedih. Rasa bersalah, rasa berdosa, rasa kesal atau rasa diasingan. Semua rasa itu belum pernah dibiarkan muncul ke permukaan dan masuk alam kesadaran klien, namun berpengaruh sekali dalam kehidupan batin (unfinishid business). Isi batin ini harus diterima sebagi milik klien sendiri dan tanggung jawabnya sendiri serta tidak boleh dipandang sebagai tanggung jawab orang lain dengan demikian klien menyadari bahwa dia telah memasuki suatu jalan buntu, tetapi sekaligus diakui bahwa seharusnya dia berdiri di atas kaki sendiri dan harus mendapat dukungan moral dari diri sendiri, bukan dari orang lain.
Dengan bantuan konselor, klien lalu mulai membuka jalan buntu itu dengan meninggalkan berbagai siasat untuk mendapatkan simpati dari orang lain dan mulai mengambil peran lebih aktif dalam mengatur kehidupannya sendiri. Berbeda dengan kebanyakan terapi lain, Terapy Gestald membuat klien merasa frustasi (berada di jalan buntu), tetapi frustasi itu dipandang sebagai landasan bagi usaha baru yang lebih konstruktif . dengan kata lain, mengakui kegagalan dalam diri sendiri adalah cermin bagi diri sendiri pula.
Teori Psikoanalisis
 Psikoanalisis (Psychoanalysis) yang bersumber pada sederetan pandangan Sigmund Freud dalam abad 20 mengalami perkembangan yang pesat. Pengarang ahli yang berpegang pada beberapa konsep Freud yang paling dasar, namun mengadakan modifikasi sesuai dengan perkembangan  ilmu psikologi, disebut Noe-Freudians, antara lain Carl Jung, Otto Rank, Wilhelm Reich, Karen Horney, Theodore Reih dan Harry Stack Sullivan. Terapi psikoanalitis berusaha membantu individu untuk mengatasi ketegangan psikis yang bersumber pada rasa cemas dan rasa terancam yang berlebih-lebihan (anxiety). Menurut pandangan Freud setiap manusia didorong-dorong oleh kekuatan irasional di dalam dirinya sendiri, oleh motif-motif yang tidak disadarinya sendiri dan oleh kebutuhan-kebutuhan alamiah yang bersifat biologis dan naluri.
Bilamana beraneka dorongan itu tidak selaras dengan apa yang diperkenankan serta diperbolehkan menurut kata hati atau kode moral seseorang, timbul ketegangan psikis yang disertai kecemasan dan ketidaktenangan tinggi. Kalau seseorang tidak berhasil mengontrol  dan membendung kecemasan itu dengan cara rasional dan realistis dia akan menggunakan prosedur yang irasional dan tidak realistis, yaitu menggunakan salah satu mekanisme pertahanan diri demi menjaga keseimbangan psikis dan rasa harga diri, seperti rasionalisasi, penyangkalan, proyeksi dan sebagainya. Selama proses terapi klien menerapkan terhadap konselor corak hubungan antarpribadi sama seperti dilakukannya dimasa yang lampau terhadap orang-orang yang berperanan penting dalam hidupnya.
Dengan kata lain, perasaan terpendam terhadap orang tertentu serta segala konflik yang dialami dalam komunikasi dengan pihak /orang itu, selama proses terapi dihidupkan kembali dan dilimpahkan pada konselor sebagai wakil dari pihak/orang itu (transference). Perasaan, pertentangan dan konflik yang sengaja ditimbulkaan itu, kemudian diolah kembali sampai kien menjadi sadar akan berbagai dorongan yang ternyata berperanan sekali dalam kehidupanya sampai sekarang. Kesadaran ini memungkinkan suatu perubahan keadaan dalam batin klien dan dalam cara mengatur kehidupannya sendiri.

Aliran Psikologi Individual (Individual Psychology) dipelopori Alfred Adler dan dikembangkan sebagai sistematika terapi oleh Rudolf Dreikurs dan Donald Dinkmeyer, yang dikenal dengan nama Adlerian Counseling. Dalam corak terapi ini perhatian utama diberikan pada kebutuhan seseorang untuk menempatkan diri dalam kelompok sosialnya. Ketiga konsep pokok dalam corak terapi ini adalah rasa rendah diri (inferiority feeling), usaha untuk mencapai keunggulan (striving for superiority) dan gaya hidup perseorangan (a person’s lifestyle). Manusia kerap mengalami rasa rendah diri karena berbagai kelemahan dan kekurangan yang mereka alami dan berusaha untuk menghilangkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri melalui aneka usaha mencari kompensasi terhadap rasa rendahnya itu, dengan mengejar kesempurnaan dan keunggulan dalam satu atau beberapa hal.
Dengan demikian manusia bermotivasi untuk menguasai situasi hidupya, sehingga dia merasa puas dapat menunjukkan keunggulannya, paling sedikit dalam bayangannya sendiri. Untuk mencapai itu anak kecil sudah mengembangkan suatu gaya hidup perseorangan, yang mewarnai keseluruhan perilakunya dikemudian hari, meskipun  biasanya tidak disadari sendiri. Selama proses terapi konselor mengumpulkan informasi tentang kehidupan klien dimasa sekarang dan dimasa yang lampau sejak berusia sangat muda, antara lain berbagai peristiwa di masa kecil yang masih diingat, urutan kelahiran dalam keluarga, impian-impian, dan keanehan dalam perilaku.
 Dalam semua informasi itu konselor menggali perasaan rendah diri pada klien yang bertahan sampai sekarang dan merupakan segala usahanya untuk menutupi perasaannnya itu melalui suatu bentuk kompensasi, sehingga  mulai tampak gaya hidup perseorangan. Selanjutnya konselor  membantu klien untuk mengembangkan tujuan-tujuan yang lebih membahagiakan bagi klien dan merancang suatu gaya hidup yang lebih kostruktif. Dalam melayani anak muda yang meneunjukkan gajala salah  suai dalam bergaul, konselor berusaha menemukan perasaan rendah diri yang mendasari usaha kompensasi dengan bertingkah laku aneh, yang ternyata menimbulkan berbagai gangguan.

Sistematika ini merupakan pola pendekatan tersendiri, yang dikembangkan oleh Robbert R. Carkhuff dan diuraikan serta dipertanggung jawabkan dalam banyak publikasi, antara lain dalam buku yang berjudul The Skill Of Helping (1979) dan The Art Of Helping IV (1980). Sistematika ini dapat dipandang sebagai suatu pola eklektik dalam konseling karena merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang diambil dari beberapa konsepsi serta pendekatan terhadap konseling, namun berbeda degan Konseling Eklektif yang dikembangkan oleh Frederick Thorne. Dalam sistematika Carkhuff proses konseling dipandang sebagai suatu proses belajar, baik bagi klien sebagai orang yang dibantu (helpee) maupun bagi konselor sebagai orang yang membantu (helper).
Klien akan belajar bagaimana caranya menghadapi dan mengatasi suatu masalah dengan berpikir dan bertindak secara lebih konstruktif, bahkan klien belajar bahwa cara menyelesaikan masalah tertentu pada saat sekarang dapat pula diterapkan dalam menghadapi permasalahan, kesulitan, persoalan yang lain di kemudian hari.
Konselor akan belajar, melalui penghayatan pengalamannya membantu orang-orang tertentu, meningkatkan kemampuannya untuk membantu orang lain dengan memperoleh semakin banyak keterampilan praktis (skills) dalam berwawancara konseling. Dalam sejarah perkembangan teori-teori konseling, Carkhuff menemukan dua konsepsi pokok serta dua pola dasar pendekatan dalam konseling, yaitu konsepsi serta pendekatan yang menekankan memahami (insight approach) dan konsepsi serta pendekatan yang mengutamakan bertindak (action approach) kedua pola pendekatan harus dipandang sebagai pola yang berat sebelah dan kurang menjamin keberhasilan dalam konseling karena memahami tidak dituangkan dalam suatu program nyata dan bertindak tidak didasarkan pada pengertian serta keyakinan yang harus menjamin kelangsungan dari berbagai tindakan yang diambil. Supaya orang mengubah diri dan mengubah perilakunya dibutuhkan baik memahami maupun bertindak. Oleh karena itu, kedua pola pendekatan harus dipadukan dalam suatu pendekatan sistematis yang menjamin efisiensi dan efektifitas dari proses konseling serta menghasilkan perubahan positif yang nyata dalam perilaku klien. Orang yang menjalani proses konseling akan melewati tiga fase pokok dalam proses itu, yaitu eksplorasi (eksploration), pemahaman diri (understanding) dan bertindak (action). 
Untuk membantu klien melewati tiga fase itu secara tuntas, konselor harus memiliki keterampilan berwawancara konseling. Keterampilan ini harus berakar dalam kondisi-kondisi internal yang harus dipenuhi oleh konselor, kondisi-kondisi itu oleh Carkhuff disebut dimensi-dimensi pada konselor. Penelitian terhadap dimensi itu ternyata menunjukkan suatu garis perkembangan, mulai dari pengertian terhadap pengalaman pikiran dan perasaan klien (emphatic understanding), yang dilengkapi dengan penerimaan tak bersyarat (unconditional positive regard) dan keikhlasan (genuiness). Sebagaimana tampak dalam karya-karya tulis Carl Rogers.
Tiga dimensi itu dikembangkan lebih lanjut sebagai ketujuh kondisi yang memperlancar proses komunikasi antar pribadi (facilitative conditions), yaitu pengertian yang tepat terhadap klien (accurate emphaty); penghargaan (respect), kejujuran dan keterbukaan (genuinesess),kemampuan berbicara secara konkrit dan spesifik (concretness, specificity), kemampuan dan kerelaan untuk membuka diri sejauh menyangkut kepentingan klien (selfdisclosure), kemampuan untuk menghadapkan klien dengan segera (immediacy).
Semua dimensi itu kemudian dikelompokkan sebagai dimensi mendengarkan (responsive  dimension) untuk membantu klien memahami diri dan situasi kehidupannya, yang meliputi empati, penghargaan dan kemampuan berbicara secara spesifik dan dimensi memprakarsai (initiative dimension) untuk membantu klien menyusun suatu rencana kerja dan bertindak sesuai dengan rencana itu, yang meliputi keikhlasan, kemampuan menghadapkan klien pada dirinya sendiri, kemampuan menanggapi dengan segera dan berbicara secara konkret. Lalu dua dimensi mendengarkan dan memprakarsai itu oleh Car-huff diwujudkann dan dijabarkan menjadi keterampilan-keterampilan tertentu (skills) yang digunakan oleh konselor untuk membantu  klien melewati fase-fase pokok dalam konseling.
Keterampilan yang dimaksud mencakup keterampilan untuk menaruh perhatian dan menciptakan suasana berkomunikasi antarpribadi (attending skills), ketrampilanmemperoleh pemahaman yang tepat mengenai klien dan mengkomunikasikan pemahaman itu secara memadai (responding skills), keterampilan membantu klien untuk lebih memahami diri sendiri dan situasi kehidupannya dengan melihat semua implikasi dari susituasi yang menyangkut dirinya secara pribadi (personalizing skills),  keterampilan membantu klien menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan mengambil urutan langkah konkret untuk mencapai semua tujuan itu (initiating skills).
Ketiga fase dalam proses konseling, yaitu eksplorasi, pemahaman diri dan bertindak didahului oleh suatu fase persiapan, dimana klien melibatkan diri dalam proses konseling (involvement).

Reality Therapy dikembangkan oleh William Glasser. Yang dimaksudkan dengan istilah reality ialah suatu standar atau patokan obyektif yang menjadi kenyataan atau realitas yang harus diterima. Realitas atau kenyataan ini dapat berwujud suatu realitas praktis, realitas sosial atau realitas moral. Sesuai dengan pandangan behavioristik, yang terutama disoroti pada seseorang adalah tingkah lakunya yang nyata. Tingkah laku itu dievaluasi menurut kesesuaian dan ketidaksesuaiannya dengan realitas yang ada.
Glesser memfokuskan perhatian pada perilaku seseorang pada saat sekarang, dengan menitik beratkan tanggung jawab yang dipikul setiap orang untuk berprilaku  sesuai dengan realitas atau kenyataan yang dihadapi. Penyimpangan atau ketimpangan dalam tingkah laku seseorang, dipandang sebagai akibat dari tidak adanya kesadaran mengenai tanggung jawab pribadi, bukan sebagai indikasi atau gejala adanya gangguan dalam kesehatan mental menurut konsepsi tradisional.
Bagi, Glesser, bermental sehat adalah menunjukkan rasa tanggung jawab dalam semua perilaku. Tanggung jawab diartikan sebagai kemampuan untuk dapat memenuhi dua kebutuhan psikologis yang mendasar, yaitu kebutuhan untuk dicintai dan mencintai serta kebutuhan menghayati dirinya sebagai orang yang berharga dan berguna tetapi tidak merampas hak orang lain untuk memenuhi  kebutuhan mereka. Kemampuan untuk memenuhi kedua kebutuhan dasar itu tidak dimiliki sejak lahir, tetapi harus diperoleh melalui proses belajar. Dengan demikin tanggung jawab merupakan hasil dari aneka usaha belajar memenuhi kebutuhan itu dalam realitas hidup, yang menghadapkan orang pada norma-norma moralitas, adat istiadat sosial, nilai-nilai kehidupan, serta pembatasan gerak gerik yang lain. Orang perorangan tidak diperkenankan untuk bertindak sesuka hati, dia harus menunjukkan tingkah laku yang tepat dan menghindari tingkah laku yang salah (rigth and wrong behavior).
Selama proses konseling, konselor membantu klien untuk menilai kembali tingkah lakunya dari sudut bertindak secara bertanggung jawab. Dengan demikian, proses konseling bagi klien menjadi pengalaman  belajar menilai diri sendiri dan dimana perlu menggantikan tingkah laku yang keliru dengan tingkah laku yang tepat. Sampai teraf tertentu, konselor berperan sebagai seorang guru yang mengajarkan tata cara bertindak secara tepat dan meluruskan bila klien tidak bertindak secara bertanggung jawab. Konselor menolak segala macam alasan untuk membela diri bila klien tidak menunjukkan tanggung jawab itu, apabila menimpakan kesalahannya sendiri pada orang lain atau situasi dan kondisi. Kalau klien ingin menikmati kebahagiaan dalam hidup dia harus menjadi orang yang bersikap dan bertindak penuh tanggung jawab ditengah-tengah medan kenyataan hidup. Pendekatan ini cocok utuk diterapkan oleh konselor sekolah karena tekanan yang diberikan pada kemampuan individu untuk mengatur kehidupannya sendiri dan berani mempertanggungjawabkan tingkah lakunya. Namun harus diingat  bahwa pendapat itu menyangkut suatu lingkungan kebudayaan yang mengutamakan pengembangan segala potensi yang dimiliki oleh seorang dan karena itu mungkin kurang selaras dengan ciri kebudayaan yang menghargai kelancaran dalam hubungan sosial biarpun berarti mengorbankan suatu potensi yang sebenarnya dimiliki.

Kesimpulan

Teori konseling ialah konseptualisasi atau kerangka acuan berpikir tentang bagaimana  proses konseling berlangsung. Dalam proses perjalanan hidup, individu dapat mengalami peristiwa dan situasi yang menimbulkan masalah yang tidak mungkin dapat diatasinya.. Teori-teori konseling yang telah berkembang dan banyak digunakan selama ini bertujuan untuk memecahkan masalah yang dialami oleh klien yang mana deri berbagai teori teri tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing- masing. Teori yang digunakan untuk memcahkan masalah yang dihadapi oleh klien tentunya baik untuk diterapkan namun teori teori tersebut disesuaikan dengan masalah yang sedang dhadapi oleh klien. Namu jika permasalah yang dihadapi oleh klien terlalu komplek dan rumit untuk diselesaikan maka alangkah baiknya konselor dapat menggabunkan atau bahkan memeakai teori-teori lain untuk saling melengkapi dan menyelesaikan permsalahan yang ada. Teori elektik merupakan salah satu teori yang baik dan efektif unuk diterapkan karena dalam teori menggambungkan bebagai teori-teori konseling dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan pada asing-masing teori tersebut. Daam terori ini penerapannya dapat berkembang sesuai dengan perkembangan masalah yang sedang dihadapi klien. Konselor dan klien akan saling berbagai peran yang untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Klien akan belajar bagaimana caranya menghadapi dan mengatasi suatu masalah dengan berpikir dan bertindak secara lebih konstruktif, bahkan klien belajar bahwa cara menyelesaikan masalah tertentu pada saat sekarang dapat pula diterapkan dalam menghadapi permasalahan, kesulitan, persoalan yang lain di kemudian hari. Konselor akan belajar, melalui penghayatan pengalamannya membantu orang-orang tertentu, meningkatkan kemampuannya untuk membantu orang lain dengan memperoleh semakin banyak keterampilan praktis dalam berwawancara konseling.


Daftar Pustaka
Susan Ekon. 2008. Ciri-Ciri Teori Konseling. https://eko13.wordpress.com/2008/03/18/ciri-ciri-teori-konseling/. Diakses pada 21 Februari 2017

Sunardi, Permanarian, dkk. 2008. TEORI-TEORI KONSELING: ADAPTASI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Bandung: PLB FIP UPI


Triyono. 2010. Teori-Teori Konseling. https://waskitamandiribk.wordpress.com/2010/04/01/teori-teori-konseling/. Diakses pada 21 Februari 2017


Terima kasih telah membaca artikel Teori Teori Konseling di Kuliah-Kitakita Semoga Bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar